Diterbitkan 17 Mei 2024

PERAN PENTING TEMAN SEBAYA DALAM MENJAGA KESEHATAN MENTAL GEN Z

Jelajahi tantangan kesehatan mental Generasi Z di era digital. Artikel ini mengungkap fenomena self-diagnosis yang merugikan dan menggali peran penting teman sebaya dalam memberikan dukungan. Temukan langkah-langkah konkret untuk membentuk lingkungan yang lebih peduli terhadap kesehatan mental.

Pengembangan Diri

Febriani Purnama

Kunjungi Profile
201x
Bagikan

Generasi Z tumbuh di dunia yang tidak pernah berhenti bergerak dari notifikasi yang tiada henti, tuntutan akademis yang semakin berat, hingga harapan sosial yang sering kali tidak realistis. Dalam lingkungan yang penuh dengan tekanan ini, kesehatan mental menjadi isu yang sangat penting dan tidak bisa diabaikan. Berdasarkan survey yang dilakukan Maskanah (2022) terhadap 393 responden berusia 16-24 tahun, diketahui bahwa 95% responden mengalami kecemasan, 88% mengalami gejala depresi, dan 96% kurang memahami cara mengatasi stress.

Menurut Psikolog Persada (2021), self-diagnosis terhadap kesehatan mental dapat menyebabkan individu mengalami kecemasan berlebihan. Orang yang mengalami gangguan kecemasan mungkin menunjukkan perilaku tidak lazim, seperti panik tanpa alasan jelas, ketakutan yang tidak masuk akal terhadap objek atau situasi tertentu, dan melakukan tindakan berulang-ulang yang tidak dapat dikendalikan (Diferiansyah dkk., 2016). Hal ini menunjukkan bahwa self-diagnosis bisa menjadi salah satu penyebab gangguan kesehatan mental pada seseorang.

Dalam era digital yang penuh tekanan, generasi Z menghadapi tantangan kesehatan mental yang khas. Namun, seringkali terlupakan bahwa teman sebaya memiliki peran yang sangat penting dalam mengatasi tantangan ini. Mereka tidak hanya menjadi tempat curhat, tetapi juga pilar utama dalam menjaga kesehatan mental kita. Dukungan dari teman sebaya bisa menjadi sumber bantuan yang sangat diperlukan bagi individu yang merasa terisolasi.

Di era di mana informasi mudah diakses, banyak dari kita, khususnya Gen Z, cenderung mencari jawaban atas masalah kesehatan mereka secara online. Google seringkali menjadi sumber pertama untuk mencari informasi tentang kondisi kesehatan mental. Fenomena ini dikenal sebagai self-diagnosis, di mana individu mencoba untuk mendiagnosis diri sendiri berdasarkan informasi yang mereka temukan di internet.

 

Apa itu Self-Diagnosis?

Self-diagnosis adalah proses di mana individu menentukan kondisi medis atau psikologis mereka sendiri tanpa bantuan profesional kesehatan. Ini sering dilakukan dengan membaca artikel, menonton video, atau mengikuti kuis online yang mengklaim dapat memberikan diagnosis. Meskipun teknologi dan akses informasi memiliki banyak manfaat, dalam konteks kesehatan mental, ini bisa menjadi pedang bermata dua.

 

Dampak Negatif dari Self-Diagnosis

  1. Diagnosa yang Salah: Salah satu risiko terbesar dari self-diagnosis adalah kemungkinan salah mendiagnosis diri sendiri. Gejala-gejala berbagai kondisi mental sering kali tumpang tindih, dan hanya profesional yang terlatih yang bisa membedakan dengan tepat apa yang sebenarnya terjadi. Salah mendiagnosis diri bisa menyebabkan penanganan yang tidak tepat, yang pada gilirannya bisa memperburuk kondisi.
  2. Pengobatan yang Tidak Tepat: Mengikuti diagnosa yang salah, individu mungkin mencoba mengobati diri sendiri dengan metode yang tidak tepat atau bahkan berbahaya. Ini bisa termasuk penggunaan obat-obatan yang tidak diresepkan atau mencoba terapi yang tidak sesuai dengan kebutuhan sebenarnya.
  3. Peningkatan Kecemasan dan Ketakutan: Mencari informasi medis di internet sering kali mengarah pada peningkatan kecemasan dan ketakutan. Membaca tentang berbagai kemungkinan kondisi yang serius bisa membuat seseorang merasa lebih buruk, memperparah gejala yang ada dan menciptakan ketakutan yang tidak berdasar.
  4. Mengabaikan Bantuan Profesional: Ketika seseorang merasa mereka sudah mengetahui apa yang terjadi dengan diri mereka, mereka mungkin tidak mencari bantuan profesional. Ini bisa menghalangi mereka mendapatkan diagnosis yang benar dan perawatan yang sesuai, yang seharusnya bisa sangat membantu dalam proses penyembuhan.
  5. Stigma Diri Sendiri: Mendiagnosis diri sendiri dengan kondisi mental tertentu bisa membuat seseorang menstigma diri mereka sendiri. Mereka mungkin mulai melihat diri mereka hanya melalui lensa kondisi tersebut, yang bisa berdampak negatif pada harga diri dan kesejahteraan emosional mereka.

 

Mengatasi Self-Diagnosis: Peran Teman Sebaya

Di sinilah peran teman sebaya menjadi sangat penting. Teman sebaya bisa menjadi pendengar yang baik dan memberikan dukungan emosional yang diperlukan. Mereka bisa membantu menenangkan kecemasan dengan memberikan perspektif yang lebih objektif dan menyarankan untuk mencari bantuan profesional ketika diperlukan.

 

Cara yang Bisa Dilakukan oleh Teman Sebaya: 

  1. Menjadi Pendengar yang Empatik: Tidak ada yang lebih menenangkan daripada seseorang yang benar-benar mendengarkan tanpa menghakimi. Sebagai teman sebaya, kita bisa memberikan ruang aman bagi teman untuk berbagi perasaan dan pengalaman mereka. Kadang, yang dibutuhkan hanyalah telinga yang mau mendengar untuk meringankan beban di hati.
  2. Memberikan Dukungan Emosional: Kehadiran kita bisa menjadi obat yang paling ampuh. Menunjukkan bahwa kita peduli, mengirim pesan dukungan, atau hanya berada di sana saat mereka membutuhkan, bisa memberikan dukungan emosional yang sangat berharga. Ingat, terkadang kehadiran kita bisa memberikan dampak besar tanpa perlu banyak kata.
  3. Mendorong Pencarian Bantuan Profesional: Kadang, langkah terbaik adalah mendorong teman untuk mencari bantuan dari ahli. Mengingatkan mereka bahwa tidak ada yang salah dengan mencari bantuan profesional, bahkan bisa menjadi tindakan paling penuh kasih yang bisa kita lakukan. Kita bisa menemani mereka mencari psikolog atau konselor yang tepat.
  4. Menyebarkan Informasi yang Benar: Kita hidup di zaman di mana informasi bisa sangat mudah diakses, tapi tidak semuanya akurat. Sebagai teman sebaya, kita bisa membantu menyebarkan informasi yang benar tentang kesehatan mental dan risiko self-diagnosis. Mengarahkan teman kita ke sumber yang tepercaya bisa membuat perbedaan besar dalam cara mereka memahami dan menangani masalah mereka.

 

Kesehatan mental di era digital adalah tantangan besar bagi Generasi Z. Self-diagnosis yang marak dapat membawa dampak negatif, namun di sinilah peran teman sebaya menjadi sangat penting. Kita bisa menjadi pendengar yang baik, memberi dukungan emosional, mendorong pencarian bantuan profesional, dan menyebarkan informasi yang benar.

Bayangkan dunia di mana setiap orang merasa didengar dan didukung. Dengan setiap langkah kecil yang kita ambil, kita bisa mengubah narasi kesehatan mental di sekitar kita. Sebagai Generasi Z, kita memiliki kekuatan untuk membawa perubahan.

Mari kita mulai dengan saling mendukung. Jadilah teman yang peduli, empatik, dan siap membantu. Bersama, kita bisa menciptakan dunia yang lebih baik dan lebih sehat, satu langkah pada satu waktu.

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Artikel Terkait

Mental Health: Gen Z Mentalnya Harus Tetap Waras?
Peran Gen Z dalam Meningkatkan Kesadaran Mental Health di Media Sosial
Generasi Z: Memimpin Perubahan dalam Mengatasi Stigma Kesehatan Mental di Indonesia
5 Daftar Konten Kreator yang Dapat Membantumu Seputar Kemahasiswaan!
8 Tips Kepenulisan: Panduan Membuat Artikel Populer yang Menarik
MAHASISWA, GANGGUAN MENTAL, DAN MEDIA SOSIAL: SEBUAH DILEMATIKA GEN Z ANTARA MENJADI “PENGENDALI” ATAU “DIKENDALIKAN”