Diterbitkan 31 Mei 2024

Social Comparison Berlebih di Sosial Media Berdampak pada Kualitas Hidup?

Tanpa disadari ternyata kebiasaan yang didapat dari sosial media sangat mempengaruhi pengembangan diri, seperti Social comparison atau sikap membandingkan diri dengan orang lain. Perbandingan harus disikapi dengan cerdas tanpa menurunkan harga diri agar terhindar dari gangguan mental.

Pengembangan Diri

Sang Martha Ariatama

Kunjungi Profile
139x
Bagikan

 

Pengaruh gempuran teknologi menjadikan informasi lebih mudah tersebar. Melalui aplikasi sosial media, setiap orang dapat menyalurkan serta mengakses konten-konten menarik. Berdasarkan sumber data menurut Datareportal, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia pada Januari 2023 sebesar 167,0 juta. Jumlah tersebut sama saja 60,4 persen dari populasi warga Indonesia. Hampir semua interaksi dilakukan dalam ruang digital, namun tanpa disadari ternyata kebiasaan yang didapat dari sosial media sangat mempengaruhi pengembangan diri. 

Setiap orang pastinya memiliki pandangan berbeda terhadap suatu perbandingan. Contohnya saja ketika melihat konten mengenai pencapain seseorang, terdapat respon diri yang akan merasa termotivasi. Sebaliknya ketika melihat target pembanding sebagai sebuah tekanan maka orang tersebut akan stres dan selalu merasa kurang terhadap hidupnya. Tindakan yang dapat mempengaruhi kestabilan mental tersebut dapat disebut dengan social comparison. Social comparison merupakan keadaan dimana seseorang membandingkan yang ada atau dimiliki oleh orang lain dengan milik diri sendiri. Proses social comparison bersifat otomatis. Biasanya terjadi dalam proses evaluasi diri khususnya sedang di tahap mencapai tujuan tertentu dalam hidup.

Penjelajahan media sosial memiliki peluang tinggi penyebab terjadinya social comparison.  Platform ini sudah dijadikan wadah bagi penggunanya sebagai ajang berbagi citra positif kehidupan pribadi sehingga berujung menjadi standar ideal bagi penontonnya. Social comparison terjadi pada seseorang yang sedang mencari tahu jati dirinya. Menurut Gibbons dan Buunk, tujuan utama dalam perilaku social comparison adalah mendapatkan informasi mengenai diri individu. Situasi tersebut banyak terjadi pada remaja yang mengalami kebingungan identitas dalam tahap perkembangan.

Menurut penelitian tahun 2022 yang dilakukan pada 251 remaja, menyimpulkan semakin tinggi perbandingan sosial maka semakin rendah kepuasan hidup pada remaja. Sebesar 58,3% responden menyatakan akan membandingkan terlebih dahulu dengan orang lain untuk mengetahui seberapa baik individu dalam mengerjakan sesuatu. Social comparison dengan orientasi tinggi dapat berdampak negatif seperti kualitas tidur buruk, keputusasaan, rasa malu, dan stress. Walaupun begitu, social comparison sebenarnya tidak selalu berdampak negatif, tergantung cara individu memaknai target pembanding tersebut.

Social Comparison umumnya dibagi dua jenis. Pertama, Upward Comparison atau perbandingan ke atas yang dimana pembandingnya dianggap lebih baik dari pada dirinya. Kedua, Downward Comparison atau perbandingan kebawah terjadi dengan subjek pembanding dianggap lebih buruk dari pada dirinya. Terdapat beragam aspek yang dibandingkan, dapat berupa kemampuan, fisik, sifat, atau pendapat. Proses social comparison harus disikapi dengan cerdas. Menciptakan evaluasi diri yang baik dapat dilakukan dengan mengidentifikasi upward targets dan membandingkannya dengan downward targets yang dilandasi sebagai pengalaman positif. Social comparison tidak bisa dihindari, namun dampak negatifnya bisa diminimalkan. Berikut ini terdapat empat cara yang dapat dilakukan.

1. Memahami diri sendiri dan tujuan hidup

Memahami diri adalah proses dimana seseorang mengetahui kelebihan dan kelemahan diri. Proses ini tidak dapat dilakukan di bawah tekanan, harus bertahap serta individu bersikap terbuka akan kemungkinan-kemungkinan yang ada. Pengenalan diri dapat menjadi cara untuk mendapatkan kesadaran motivasi hingga nantinya dapat menghadapi masalah yang terjadi. Proses pengenalan diri sekaligus membimbing seseorang untuk menentukan tujuan hidupnya. Dengan begitu sewaktu-waktu terjadi social comparison, orang tersebut dapat menangkap aspek inspirasi tanpa menjatuhkan harga diri. 

2. Menghindari FOMO (fear of missing out)

Fear of Missing Out atau disingkat FOMO adalah suatu keinginan tinggi untuk tetap terus terhubung dengan apa pun yang sedang dilakukan orang lain dalam dunia maya. Perasaan ini biasanya lebih mudah ditemui oleh Gen-Z serta remaja yang sangat paham dengan trend masa kini. Menghindari gaya hidup FOMO sama saja menjaga produktivitas hidup.  Mengurangi penggunaan media sosial bisa menjadi cara yang tepat khususnya ketika emosi sedang buruk dan menggantinya dengan aktivitas di luar dunia maya, seperti berolahraga, melukis dan membaca buku.

3. Mengontrol apa yang bisa dikontrol

Menurut filsuf Epictetus tugas utama hidup adalah untuk tau dan memisahkan hal yang bisa dikontrol dan yang tidak bisa. Hal-hal di luar kendali seperti hasil akhir, opini orang lain, lingkungan sekitar, masa lalu, masa depan, dan lainnya tidak dapat diprediksi atau terjadi sesuai dengan yang dipikirkan. Jadi daripada overthinking sebaiknya berusaha mengontrol cakupan diri, seperti emosi, pola pikir, ucapan, pergaulan, kebiasaan, dan keputusan diri. 

4. Mengevaluasi diri di masa lampau dan berprogres

Fokus terhadap kondisi diri akan membuat perbandingan jadi lebih berkembang. Meluangkan waktu untuk melihat kembali aksi sebelumnya maka dapat menyadarkan diri terhadap banyak hal untuk dievaluasi bahkan disyukuri. Maka dengan mengevaluasi diri di masa lampau akan mengurangi tekanan dalam berprogres dan pastinya lebih sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki. 

Membandingkan diri sendiri dengan orang lain sebenarnya juga dibutuhkan untuk memperluas pandangan kehidupan sosial dan wawasan. Hanya saja perbandingan akan memberi manfaat jika mempelajari hal-hal inspiratif dengan tetap fokus pada kemampuan dan tujuan diri, dibandingkan berusaha sama persis menjadi seperti orang lain. Melalui kemunculan sosial media, diharapkan agar para pengguna tidak mudah menurunkan harga diri atau merasa lebih rendah hanya karena postingan yang belum tentu kenyataannya. Paling penting dalam hidup bukanlah bagaimana lebih buruk atau lebih baik dari orang lain. Melainkan bagaimana perkembangan serta pertumbuhan dalam perjalanan diri sendiri. 

 

Referensi

Arifin, N., Basti, & Firdaus, F. (2022). Hubungan Antara Perbandingan Sosial & Kepuasan Hidup Pada Remaja. Journal of Education, 351-357.

Aronson, E., Wilson, T., & Akert, R. (2013). Social psychology (8th ed.). New Jersey: Pearson Education, Inc.

Elizabeth Scott, P. (2023, Agustus 11). The Stress of Social Comparison and How to LimiT Comparing Yourself to Others. Retrieved from verywellmind: https://www.verywellmind.com/the-stress-of-social-comparison-4154076

Gibbon, F., & Buunk, B. (1999). Individual Difference in Social comparison: Development Scale of Social comparison Orientation. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 76. No 1, 129-142.

Kemp, S. (2023, Februari 9). Digital 2023: Indonesia. Retrieved from DATAREPORTAL: https://datareportal.com/reports/digital-2023-indonesia

Mulyo Handayani, M., Ratnawati, S., & Helmi, A. (1998). Efektifitas Pelatihan Pengenalan Diri Terhadap Peningkatan Penerimaan Diri dan Harga Diri. Jurna Psikologi, No 2, 47-55.

Przybylski, A., Murayama, K., DeHan, C., & Gladwell, V. (2013). Motivational, Emotional and Behavioural Correlates of Fear of Missing Out. Computer in human behaviour, 29(4) : 1841-1848.

Van der Zee, K., Buunk, B., Sanderman, R., Botke, G., & van den Bergh, F. (2000). Social comparison and coping with cancer treatment. Personal Individ Differ, 28(1):17-34.


Penyunting: Sarah

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Artikel Terkait

Kasus Pelecehan dan Kekerasan Seksual Merambat, Darurat Perhatian Masyarakat
Agen Perubahan Mental: Generasi Z Membuka Jalan!
Generasi Z: Memimpin Perubahan dalam Mengatasi Stigma Kesehatan Mental di Indonesia
Peran Gen Z dalam Meningkatkan Kesadaran Mental Health di Media Sosial
Kualitas Gen Z Akan Menentukan Keberhasilan Visi Indonesia Emas 2045
Generasi Z dan Perjuangannya Menuju Kesehatan Mental yang Lebih Baik untuk Semua