Diterbitkan 30 Jun 2024

Kontribusi Peran Gen Z dalam Membangun Resiliensi dan Kesejahteraan Subjektif

Artikel ini membahas kontribusi Gen Z dalam membangun resiliensi dan kesejahteraan subjektif. Mereka aktif dalam advokasi kesehatan mental, memanfaatkan literasi digital, dan menantang paradigma tradisional.

Kelas Kampus Inovatif

Bayu Rachmantyo

Kunjungi Profile
28x
Bagikan

Dalam beberapa tahun terakhir, kesehatan mental telah muncul sebagai titik fokus penting bagi perkembangan masyarakat, terutama di tengah meningkatnya tekanan global. Pergeseran dari penyembuhan ke kesejahteraan merupakan perubahan mendasar dalam menangani masalah kesehatan mental, yang bergerak lebih dari sekadar pemulihan dari trauma untuk membina resiliensi dan mendorong kesejahteraan subjektif yang berkelanjutan (SWB). Pergeseran paradigma ini sangat relevan bagi Generasi Z (Gen Z), yang tidak hanya mengalami tingkat stres yang belum pernah terjadi sebelumnya, tetapi juga diposisikan sebagai agen perubahan yang kuat dalam lanskap kesehatan mental. Resiliensi, seperti yang didefinisikan oleh Windle (2010), adalah sebuah proses dinamis yang melibatkan adaptasi dan pengelolaan stresor atau trauma yang substansial. Proses ini secara intrinsik terkait dengan aset, sumber daya lingkungan, dan kapasitas individu untuk pulih dari kesulitan.

Kesejahteraan subjektif (subjective well-being) adalah evaluasi kognitif dan afektif individu terhadap kehidupannya, yang terdiri dari kepuasan hidup, afek positif, dan afek negatif (Cummins, 2014). Menurut teori homeostatis SWB, individu memiliki titik setel yang ditentukan secara genetis untuk kesejahteraan, biasanya berkisar antara 60 hingga 90 pada skala 100 poin, dengan rata-rata 75 (Cummins, 2014). Titik setel ini dipertahankan oleh mekanisme homeostatis yang menyangga tantangan seperti stres dan peristiwa kehidupan yang negatif, menstabilkan SWB dalam rentang yang tetap (Cummins, 2014).

Sumber Gambar: Unsplash

 

Generasi Z, yang lahir antara pertengahan tahun 1990-an dan awal tahun 2010-an, telah menunjukkan komitmen yang luar biasa terhadap advokasi kesehatan mental dan pembangunan resiliensi. Peran mereka sebagai agen perubahan dibuktikan dengan beberapa aspek utama:

  1. Kesadaran akan Kesehatan Mental: Gen Z telah berperan penting dalam mendestigmatisasi masalah kesehatan mental. Mereka secara terbuka mendiskusikan tantangan kesehatan mental, memanfaatkan platform media sosial untuk berbagi pengalaman dan sumber daya. Hal ini sejalan dengan konsep Resiliency Behaviors (RB) dari Ungar (2011), yang mencakup perilaku yang dapat diamati seperti hubungan teman sebaya yang prososial dan harga diri.
  2. Literasi Digital dan Aksesibilitas Sumber Daya: Kelahiran digital Gen Z telah memungkinkan mereka untuk memanfaatkan teknologi untuk mendukung kesehatan mental. Mereka telah menjadi yang terdepan dalam mengembangkan dan mempromosikan aplikasi kesehatan mental, kelompok dukungan online, dan layanan teleterapi. Hal ini sejalan dengan konsep Ungar (2011) tentang Ketersediaan Kesempatan (OAV) dan Aksesibilitas Kesempatan (OAC), yang menekankan pentingnya sumber daya yang tersedia dan kemudahan bagi individu untuk mengaksesnya.
  3. Advokasi untuk Perubahan Kelembagaan: Gen Z telah vokal dalam menuntut dukungan kesehatan mental di institusi pendidikan dan tempat kerja. Upaya advokasi mereka telah mengarah pada pelaksanaan hari kesehatan mental dan peningkatan layanan konseling di banyak organisasi. Hal ini sejalan dengan teori homeostatis Cummins (2014) tentang kesejahteraan subjektif (subjective well-being) yang menyatakan bahwa penyangga eksternal, seperti lingkungan yang mendukung, memainkan peran penting dalam mempertahankan SWB.
  4. Pendekatan Interseksional: Gen Z menyadari keterkaitan antara kesehatan mental dengan isu-isu sosial lainnya seperti kesetaraan ras, identitas gender, dan keadilan ekonomi. Pendekatan holistik mereka terhadap advokasi kesehatan mental selaras dengan konsep Sistem Makna (M) dari Ungar (2011), yang mencakup keyakinan budaya dan pribadi yang memberikan konteks dan makna pada pengalaman individu.
  5. Ekspresi Emosional dan Katarsis: Gen Z telah merangkul kerentanan dan ekspresi emosional sebagai kekuatan, bukan sebagai kelemahan. Mereka mempromosikan berbagai bentuk pelepasan katarsis, termasuk terapi seni, jurnal, dan praktik kesadaran. Hal ini sejalan dengan teori Cummins (2014) yang menyatakan bahwa individu memobilisasi berbagai sumber daya internal dan eksternal untuk memulihkan SWB setelah kegagalan homeostatis.
  6. Jaringan Dukungan Teman Sebaya: Gen Z telah berperan penting dalam menciptakan jaringan dukungan sebaya, baik secara online maupun offline. Jaringan ini menyediakan platform untuk berbagi pengalaman dan saling mendukung, sejalan dengan penekanan Ungar (2011) pada Person Strengths and Challenges (PSc) dan interaksi antara faktor pribadi dan lingkungan dalam menentukan mekanisme koping.
  7. Menantang Paradigma Kesehatan Mental Tradisional: Gen Z sangat kritis terhadap pendekatan kesehatan mental tradisional yang mungkin tidak cukup untuk menangani pengalaman yang beragam. Mereka mengadvokasi layanan kesehatan mental yang lebih inklusif dan kompeten secara budaya, sejalan dengan penekanan Ungar (2011) pada aspek ekologis dari resiliensi.

 

Dampak dari upaya Gen Z terhadap resiliensi dan kesejahteraan subjektif dapat dipahami melalui teori homeostatis Cummins (2014) tentang SWB. Teori ini menunjukkan bahwa SWB secara aktif diatur oleh mekanisme neurologis dan psikologis untuk mempertahankan kondisi suasana hati positif yang stabil dalam rentang yang ditetapkan individu. Inisiatif advokasi dan dukungan Gen Z dapat dilihat sebagai penguatan penyangga yang mempertahankan SWB dalam kisaran homeostatis.

Selain itu, penekanan Gen Z pada pelepasan katarsis dan ekspresi emosional dapat berfungsi sebagai mekanisme untuk mempertahankan SWB dalam kisaran homeostatis atau sebagai sarana untuk memulihkan SWB setelah kegagalan homeostatis. Seperti yang dicatat oleh Cummins (2014), tantangan yang berat dapat membebani mekanisme homeostatis, menyebabkan SWB jatuh di bawah titik tetap. Praktik katarsis yang dipromosikan oleh Gen Z dapat memainkan peran penting dalam proses pemulihan SWB.

Kesimpulannya, peran Generasi Z sebagai agen perubahan dalam kesehatan mental dan pembangunan resiliensi memiliki banyak aspek dan berdampak. Upaya mereka selaras dengan teori-teori yang sudah ada tentang resiliensi dan kesejahteraan subjektif, yang berpotensi membentuk kembali sikap masyarakat terhadap kesehatan mental dan memengaruhi bagaimana sumber daya dan peluang untuk resiliensi dirasakan dan dimanfaatkan.

 

Referensi

  1. Cummins, R. A. (2014). Understanding the well-being of children and adolescents through homeostatic theory. In Ben-Arieh, A., Casas, F., Frønes, I., Korbin, J. (Eds), Handbook of child well-being (pp. 635–661). Springer. https://doi.org/10.1007/978-90-481-9063-8_152
  2. Cummins, R. A. (2016). The theory of subjective wellbeing homeostasis: A contribution to understanding life quality. A Life Devoted to Quality of Life, 61–79. https://doi.org/10.1007/978-3-319-20568-7_4
  3. Ungar, M. (2005). Handbook for Working with Children and Youth: Pathways to Resilience across Cultures and Contexts. Sage Publications.
  4. Ungar, M. (2006). Resilience across cultures. British Journal of Social Work, 38(2), 218–235. https://doi.org/10.1093/bjsw/bcl343
  5. Ungar, M. (2013). The social ecology of resilience. Springer New York. https://doi.org/10.1007/978-1-4614-0586-3
  6. Windle, G. (2010). What is resilience? A review and concept analysis. Reviews in Clinical Gerontology, 21(2), 152–169. https://doi.org/10.1017/s0959259810000420

Penyunting: Sarah

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Artikel Terkait

Referensi Judul Skripsi dan Panduan untuk Menyusunnya

Pers Kampusinovatif

08 Februari 2024
2 min
"DAILING" (Da'i Keliling) Media Gen Z sebagai Agents of Change for Mental Health

rucita aliya

01 Juli 2024
6 min
Generasi Z dan Upaya Fasilitator Sebaya guna Mewujudkan Kualitas Mental yang Berdikari

Hana Rusmalia

30 Juni 2024
3 min
Tantangan Ketahanan Mental Menjelang Indonesia Emas: Apa Peran Generasi Z?
7 min
Yuk, Ketahui Perbedaan Skripsi Kuantitatif dan Skripsi Kualitatif!

Pers Kampusinovatif

16 April 2024
3 min
Hidup sehat ala Gen Z: Menjaga kesehatan mental juga penting!
3 min