Diterbitkan 17 Mei 2024

Empowering Gen Z : Strategi dan Inisiatif untuk Meningkatkan Kesehatan Mental

Membahas tentang pentingnya kesehatan mental bagi generasi Z dan bagaimana meningkatkannya. Artikel ini mengidentifikasi beberapa faktor yang berkontribusi pada masalah kesehatan mental pada generasi Z, seperti media sosial, tekanan akademik, dan cyberbullying.

Berita

Susanda Febriani

Kunjungi Profile
1454x
Bagikan

Generasi Z atau yang sering disebut sebagai generasi Post-Milenial atau information Generation (iGeneration) adalah remaja yang lahir di awal tahun 1995-2000an sehingga diperkirakan usia mereka sekarang rata-rata berada di rentang 11-24 tahun. Salah satu karakteristik yang paling khas dari generasi Z adalah sangat peka terhadap teknologi, internet, dan media sosial. Generasi Z juga lebih sering berkomunikasi secara intens. dengan kelompoknya melalui teknologi yaitu sosial media, seperti WhatsApp, Instagram, Facebook, Twitter, dan berbagai sosial media lainnya.  Kelebihan yang dirasakan generasi Z adalah cenderung memiliki sikap ingin tahu yang sangat tinggi. Generasi Z juga sangat mahir dalam penggunaan teknologi sehingga tidak membutuhkan bantuan orang lain, ketika menyelesaikan permasalahan umum terkait teknologi. Generasi Z cenderung melakukan upaya sendiri agar mampu memenuhi kebutuhannya dan menentukan langkah dalam menyelesaikan sesuatu melalui teknologi. Selain itu, generasi Z terbilang multitasking dalam mengerjakan sesuatu. Generasi Z dapat mengerjakan beberapa aktivitas secara cepat dan dalam waktu yang bersamaan, seperti menonton sambil membaca pesan melalui sosial media.  Generasi Z adalah kelompok individu yang kelak dapat menjadi pemimpin dan sangat bermanfaat dalam lingkungan apabila memperoleh pendidikan yang layak. Generasi Z juga diyakini dapat melahirkan dan menciptakan generasi-generasi lain dengan daya saing yang semakin tinggi. Generasi Z menjadi kelompok individu yang paling muda pada masa ini dan memiliki pengetahuan tinggi, namun mereka cenderung ketergantungan dengan aktivitas di internet dan media sosial. Pada generasi Z ini banyak memunculkan istilah-istilah yang berkaitan dengan kesehatan mental seperti healing, overthinking, insecure, dan istilah-istilah lainnya di sosial media. Dalam artikel yang dirilis oleh CNN Indonesia, generasi Z memiliki mental yang lemah sehingga rentan sekali terserang kesehatan mentalnya. Menurut aktivis HAM dan penggiat inklusi Bahrul Fuad, menyebutkan bahwa pernyataan itu hanyalah sebuah stigma. Stigma ini ada dikarenakan perhatian dan kesadaran masyarakat terkait kesehatan mental di masa lalu tidak seperti saat ini. Gen Z pada masa ini dianggap memiliki kesadaran yang lebih tinggi soal kesehatan mental sehingga mereka seringkali sedikit-sedikit alasan kesehatan mental.Generasi Z hidup pada waktu internet dan social media sudah menjadi bagian dari hidup bahkan menjadi sebuah kebutuhan. Kesehatan mental atau mental health adalah hal yang penting tidak hanya bagi meningkatkan kinerja, tetapi juga untuk kualitas kesehatan fisik. Sebuah studi menemukan dalam sebuah artikel “The Conversation” yang berjudul “Riset: usia 16 hingga 24 tahun merupakan masa yang kritis bagi mental health remaja dan anak muda di Indonesia”. Sebuah survei kepada 393 remaja berusia 16-24 tahun dan hasil surveinya memperkuat penemuan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) yang menyatakan bahwa satu dari empat remaja pada usia tersebut mengalami gangguan kesehatan mental. % dilaporkan pernah mengalami gejala depresi ketika menghadapi masalah pada usia ini. Saat ini, gen Z menjadi sangat terbuka mengenai isu kesehatan mental. Mereka seringkali mengekspresikan dan mengkomunikasikannya ke publik. Tidak hanya curhatan yang di bagikan ke publik namun mereka juga mengekspresikan dukungan mengenai isu kesehatan mental.

Pola asuh orangtua menjadi masalah utama lahirnya Strawberry Generation. Cara mendidik terkait dengan kondisi keluarga dimana seorang anak dibesarkan lebih sejahtera dibandingkan dengan generasi sebelumnya, menyebabkan pola asuh orangtua menjadi otoriter dan overprotective. Hal tersebut mempengaruhi kondisi emosional dan mental anak menjadi rapuh dan sifat kepribadiannya cenderung manja. Strawberry Generation adalah generasi lunak yang dianggap rapuh dan mudah hancur seperti buah stroberi. 

Media sosial kini juga digunakan media sebagai ajang untuk memamerkan berbagai pencapaian seseorang. Hal ini membuat masyarakat atau anak muda seringkali membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain yang ada di sosial media, bahkan mereka membandingkan dirinya dengan orang yang tidak dia kenal. Dari sinilah muncul sebuah istilah yaitu FOMO (fear of missing out), yaitu sebuah perasaan takut tertinggal karena tidak mengikuti suatu tren yang ada atau takut tertinggal dalam pencapaian tertentu. Ketika seseorang tidak dapat mengikuti tren tertentu tersebut, mereka merasa gagal dan malu , mereka juga merasa iri melihat di social media orang-orang lain yang berhasil. Perasaan cemburu atau iri inilah yang menimbulkan adanya tekanan dan tuntutan yang dapat berakhir depresi. Hal ini semakin menambah tekanan kepada Gen Z saat ini, tidak hanya dibandingkan dengan keluarga atau teman, tapi mereka juga jadi dibandingkan atau bahkan membandingkan dirinya sendiri dengan orang dari seluruh dunia. Namun, Gen Z terpapar lebih banyak informasi kesehatan mental daripada generasi sebelumnya, dan lebih berani mengakui kerentanan mereka. Sebuah studi menemukan dalam sebuah artikel “The Conversation” yang berjudul “riset: usia 16 hingga 24 tahun merupakan masa yang kritis bagi mental health remaja dan anak muda di Indonesia”. Sebuah survei kepada 393 remaja berusia 16-24 tahun dan hasil surveinya memperkuat penemuan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) yang menyatakan bahwa satu dari empat remaja pada usia tersebut mengalami gangguan kesehatan mental.

Kesulitan yang dihadapi generasi Z saat ini adalah rentan terhadap penyakit mental dan selalu ingin instan dalam menyelesaikan sesuatu. Hal ini terjadi karena sebagian besar kehidupan generasi Z sangat bergantung dengan teknologi sehingga cenderung mengabaikan keadaan yang terjadi dalam lingkungan sebenarnya. Permasalahan terkait kesehatan mental yang dihadapi generasi Z dipengaruhi oleh intensitas terpapar internet dan sosial media yang tinggi. Generasi z merupakan genarasi yang produktif namun sangat kecanduan dengan gadget sehingga dampak yang dirasakan adalah mudah mengalami gangguan mental. 

Pertama, membangun mental. Kunci pertama dalam mengarahkan dan mendidik mental anak terletak pada peranan dan pola asuh orangtua. Dalam proses membesarkan anak, orangtua menghadapi berbagai tuntutan, salah satunya bagaimana cara mendidik anak agar memiliki mental yang kuat. Kekuatan mental menuntut orangtua untuk memperhatikan tiga aspek, antara lain bagaimana cara anak berpikir, merasa, dan bertindak. Selain itu, orangtua juga berperan dalam mendidik anak menjadi pribadi yang tangguh. Jangan hanya berfokus pada hardskill mereka, seperti pengetahuan atau keahlian khusus, tetapi bangunkanlah kesadaran bahwa hidup perlu perjuangan, kegagalan tidak harus menghancurkan keseluruhan hidup. Begitu mengalami kegagalan harus bangkit kembali karena anak bukanlah follower melainkan calon leader. 

Kedua, berikan kepercayaan kepada anak untuk mengerjakan tanggung jawab yang mampu membuatnya belajar dan meng-upgrade diri, sehingga anak merasa berkontribusi dan merasa berharga. Untuk membangun kepercayaan diri kepada anak, maka tugas orangtua sebagai berikut: (1) menjadi pendengar yang baik. Sesibuk apapun ketika anak meminta perhatian kepada orangtua, cobalah untuk mengdengarkannya dengan sungguh-sungguh. (2) tunjukan sikap saling menghargai. Sekalipun keinginan orangtua tidak terpenuhi oleh anak, memaksanya untuk selalu menuruti keinginan orangtua dapat merusak rasa percaya dirinya. (3) memilah pujian. Berilah pujian sewajarnya dan cukup, jangan berlebihan. 

Ketiga, melatih anak untuk mengambil keputusan. Proses pengambilan keputusan tidaklah mudah, tidak semua orang memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan. Sehingga pengambilan keputusan pada anak penting diasah sejak dini agar dewasa nanti tidak menjadi pengikut yang mudah diatur oleh orang-orang yang memiliki kapasitas dan kompetensi. Melatih mengambil keputusan juga bermanfaat agar anak tahu dan terlatih mempertimbangkan berbagai hal dan mampu menanggung resiko dari keputusan tersebut. 

Keempat, jika anak memiliki sifat keras kepala dan susah dikendalikan, janganlah terlalu bersedih. Cobalah untuk memahami, adakalanya itu cerminan dari pembentukan masa lalu yang rapuh. Kondisi tersebut secara tidak langsung akan menumbuhkan rasa tangguh kepada anak. Anak-anak dengan pendirian yang keras memiliki keinginan besar untuk mencapai suatu hal yang terbaik dalam hidupnya. Mereka tumbuh menjadi pribadi yang tidak mudah putus asa dan berjuang dalam menghadapi cobaan. 

Agent of change adalah seseorang atau sesuatu yang dapat memotivasi orang lain untuk mengubah perilaku atau pendapatnya. Generasi muda atau gen Z sebagai agent of change bertindak untuk menginisiasi suatu perubahan atau sebagai katalis untuk sebuah proses perubahan dalam suatu komunitas dan menjadi garda terdepan perjuangan, reformasi, dan pembangunan nasional. Penggunaan internet secara masif yang digunakan oleh Gen Z secara tidak langsung berpengaruh terhadap karakter mereka. Karakteristik yang dimaksud antara lain yaitu digital natives, ekspresif, multitasking, mampu berinteraksi secara intens melalui media sosial. Penggunaan media sosial sebagai sarana berkomunikasi serta kemudahan dalam mengakses internet berdampak pada pola pikir global gen Z yang cenderung terbuka membuat mereka lebih toleran terhadap berbagai macam pandangan atau perspektif. 

Kesadaran akan masalah kesehatan mental telah berkembang, sehingga apa yang dulu mungkin diabaikan kini telah diakui sebagai masalah yang memerlukan perawatan tertentu. Stigma seputar penggunaan layanan kesehatan mental juga telah berkurang, akibatnya gen Z lebih mungkin mengidentifikasi masalah mereka sendiri dan mencari bantuan ketika merasa memiliki masalah kesehatan mental. Ketika orang-orang di dunia maya berbicara terkait dengan perjuangan kesehatan mental mereka, ini juga memudahkan orang lain di seluruh dunia untuk menceritakan bahkan berbagi pengalaman yang sama. Faktor ini pada akhirnya memudahkan gen Z untuk berbicara secara terbuka tentang perjuangan kesehatan mentalnya dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Menormalkan percakapan tentang kesehatan mental berarti gen Z memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah mereka dan melanjutkan hidup dan memilih untuk tidak terjebak dari pusara stres dan depresi karena gen Z sadar bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Jadi, menormalkan percakapan tentang kesehatan mental dapat memberikan semangat kepada orang-orang yang memiliki masalah yang sama untuk berbicara dan mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan. 

Bagi gen Z saat ini terdapat alasan pentingnya untuk membicarakan terkait dengan kesehatan mental: 

1. Memerangi Stigma Mental Illness

Stigma seputar kesehatan mental dapat mencegah siapapun yang membutuhkan pertolongan mengenai kesehatan mental untuk mendapatkan bantuan. Berbicara secara terbuka tentang masalah kesehatan mental dapat membantu stigma-stigma yang ada. Diskusi mengenai kesehatan mental bagi gen Z akan membantu banyak orang memahami betapa umumnya penyakit mental dan pentingnya untuk mendapatkan penanganan segera. 

2. Memberikan Kesadaran Bahwa Kamu Tidak Sendiri  

Bagi gen Z, menjadi lebih terbuka tentang kesehatan mental dapat membantu menyebarkan kesadaran dan keberanian bahwasanya semua orang memiliki struggle-nya masing-masing. 

3. Memberikan Dorongan dan Dukungan  

Meskipun gangguan kesehatan mental meningkat, tidak semua orang mencari pengobatan. Berbicara mengenai kesehatan mental secara umum akan mendorong orang untuk mencari pengobatan, terutama setelah ia menyadari bahwa mereka tidak sendirian.  

4. Menurunkan Risiko Bunuh Diri 

Membicarakan kesehatan mental secara terbuka di masyarakat membantu menghilangkan stigma seputar penyakit mental, sekaligus mengingatkan bahwa seseorang itu tidak berjuang sendirian.  Berbicara tentang kesehatan mental dapat mendorong seseorang yang awalnya memiliki pikiran untuk bunuh diri akan sadar dan segera meminta bantuan ke orang lain. 

5. Menjaga Kesehatan Mental yang Baik 

Membicarakan terkait kesehatan mental di media sosial dapat membantu mendorong untuk menjaga kesehatan mental dengan lebih baik lagi. Mempertahankan kesehatan mental yang baik adalah bagian penting dari hidup sehat secara keseluruhan dan menikmati peningkatan kualitas hidup.  

Generasi Z menghargai lingkungan kerja yang inklusif dan mendukung kesejahteraan mental. Menurut survei oleh Deloitte, karyawan tentu menginginkan kebijakan kerja yang fleksibel, akses ke layanan kesehatan mental, dan budaya perusahaan yang mendukung keseimbangan hidup. Generasi Z tidak hanya menyuarakan masalah tetapi juga memimpin dalam mencari solusi. Adapun peran gen Z dalam mempromosikan tentang kesehatan mental yaitu sebagai berikut:

  1. Mempromosikan Kesadaran Kesehatan Mental Generasi Z menggunakan platform media sosial, seperti instagram, twitter, youtube untuk meningkatkan kesadaran tentang isu kesehatan mental. Gen Z saling bisa saling berbagi pengalaman pribadi dan mendukung kampanye kesadaran, menginspirasi perubahan dalam percakapan seputar kesehatan mental.
  2. Inovasi dalam Pendukung Kesehatan Mental. Dengan pendekatan yang segar dan inovatif, Generasi Z membawa ide-ide baru untuk mendukung kesehatan mental di tempat kerja. Contohnya termasuk pengenalan aplikasi kesehatan mental, program mindfulness, dan kebijakan kerja yang lebih fleksibel yang mendukung kesejahteraan mental.    
  3. Melakukan kampanye terkait dengan kesehatan mental dengan mencintai diri sendiri. Gen Z hidup di dunia yang serba digital. Media sosial dengan gen Z tidak dapat dipisahkan lagi. Sosial media berkontribusi terhadap kesehatan mental gen Z. gen Z menjadi lebih terbuka berbicara tentang kesehatan mentalnya karena saling terhubung secara global dengan beragam orang. walaupun banyak yang membuat kesehatan mental gen Z memburuk seperti stress, depresi, insecure, bullying, namun generasi ini secara konsisten membuktikan dirinya sebagai generasi yang mampu untuk berbicara secara terbuka tentang kesehatan mental melalui kampanye self-love, podcast, dan bercerita melalui channel youtube agar orang lain yang memiliki masalah yang sama tidak merasa sendiri dan dapat berbagi cerita. 

Kegiatan gen Z sebagai agen perubahan dalam mendukung kesehatan mental yang dilakukan oleh tim Pengmas FISIP Uhamka tentang kampanye Self-Love sebagai upaya menjaga kesehatan mental dalam komunikasi interpersonal. Kegiatan pengabdian masyarakat yang bertema Kampanye Self-Love sebagai Upaya Menjaga Kesehatan Mental Dalam Komunikasi Interpersonal dilakukan di SMA Muhammadiyah 25 Pamulang, Tangerang Selatan, pada tanggal 3, 7 dan 14 Juli  2023. Jumlah peserta yang terlibat aktif sebanyak 25 orang. Tujuan dari kegiatan ini agar para pelajar bisa menjadi agent of change antisipasi secara cerdas agar tak terperangkap hubungan toxic yang dapat mengganggu kesehatan mental. Tujuan kegiatan ini adalah : 1) memberikan edukasi tentang pengetahuan tentang konsep memahami dan menyayangi diri sendiri (self-love); 2) memberikan pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental; dan 3) mendeklarasikan duta (brand ambassador) untuk melakukan kampanye self-love sebagai upaya menjaga kesehatan mental. Self-love adalah bentuk mencintai diri sendiri, bukan berarti memenuhi diri dengan segala keinginan tetapi untuk memperlakukan dan menerima diri sendiri dengan baik dan apa adanya secara utuh, sebelum kita mencintai orang lain. Kegiatan ini dilakukan karena mengingat Gen Z saat ini sudah menjadi sangat terbuka mengenai isu kesehatan mental. Mereka seringkali mengekspresikan dan mengkomunikasikan- nya ke publik berupa curhatan melalui media sosial.

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Artikel Terkait

National Creativepreneur Competition Volume 2 2024 by Kampus Inovatif & BIM University

Event

04 Desember 2024
2 min
Kampus Inovatif Berkolaborasi Dengan HMSI UTY dalam Program Organization Training

Event

03 Oktober 2024
2 min
Mampukah Gen-Z Mengubah Masa Depan Kesehatan Mental?
Gen Z : Sebagai Pembawa Perubahan Kesehatan Mental

Elda Heldiani

27 Mei 2024
5 min
Perjuangan Generasi Z Memimpin Perubahan dalam Kesadaran Kesehatan Mental

Nuru

22 Juni 2024
1 min
YES 2024: Mendorong Inovasi Pendidikan Digital dengan Entry Level Assessment (ELA)
3 min